KIPRAH HJ TINELNIUS RUSDI, PELOPOR SEKOLAH GRATIS
Usia senja tidak menjadi halangan seseorang untuk terus berkarya dan berbuat lebih. Justru masa pensiun adalah waktu yang tepat memulai aktivitas baru, berbuat lebih baik dari rutinitas sebelumnya.
Kiranya motivasi itulah yang mendorong pasangan suami istri Ir H Rusdi Busnar dan Dra Hj Tinelnius Rusdi membulatkan tekad mengisi masa pensiun dengan kegiatan sosial kemasyarakatan, berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain, untuk warga di sekitarnya. “Kami sepakat membuka pusat pendidikan gratis untuk keluarga miskin kota,”kata Dra Hj Tinelnius Rusdi, yang pensiunan guru SMP ini.
Untuk mewujudkan keinginan mulia itu, selepas menunaikan haji, Keluarga Rusdi Busnar merelakan rumahnya yang besar dengan halaman luas, berlokasi di depan Pasar Karang Sukun Mataram – dijadikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Terintegrasi Posyandu dan BKB dan beberapa kegiatan, kursus keterampilan lainnya dikembangkan untuk keluarga miskin.
Tadinya, rumah besar itu diusulkan untuk membangun ruko atau kos-kosan, tapi rencana itu mereka tolak. “Kita sudah pensiun kan masih di jamin pemerintah, jadi buat apa hidup kalau hanya menumpuk kekayaan, , semuanya sudah lebih dari cukup,”tegas Ibu Tinelnius.
Pak Rusdi dan Bu Tinelnius juga bisa memaklumi alasan penolakan anak-anak mereka karena menilai masa pensiun adalah masa istirahat. “Anak-anak kita kumpulkan. Kita kasih arahan, dulu waktu kami masih muda, kredit uang di Bank untuk membiayai sekolah kalian, sekarang kalian sudah selesai sekolah, sudah sarjana dan bekerja, maka biarkan kami mencari kredit untuk akherat,”cerita Hj Tinelnius yang diamini suami tercinta.
Kreatif Membuat Program
Kini sudah tiga tahun, pusat kegiatan belajar itu dikelola. Sehari-hari Bu Tinelnius dibantu empat orang tutor untuk mengelola PAUD Terampil yang sudah membina ratusan balita keluarga miskin di bantaran Kali Ancar Belakang Pasar Karang Sukun.
“Sekali seminggu kita adakan bimbingan konseling untuk Ibu Balita, bagaimana cara pengasuhan anak melalui program BKB (Bina Keluarga Balita-red), Ada pembinaan dan penyuluhan, deteksi dini tumbuh kembang anak, sehingga dia akan gemar ke Posyandu, gemar menjaga kebersihan anaknya, dia biasa memberikan makanan yang bergizi kepada anaknya. Tapi tantangannya cukup berat, karena boro-boro makanan bergizi, yang cukup aja sudah lumayan,”tutur Bu Tinelnius.
Toh, tidak sedikit tantangan dihadapi terutama menyangkut biaya operasional lembaga. Pernah suatu hari, kader PAUD mengusulkan agar lembaga memungut dana seribu perak per anak untuk biaya beli meja. “Saya bilang jangan minta, jangan pungut, nanti saya buatkan mereka meja dari kardus bekas minuman mineral, saya bungkus baik-baik dan mereka menulis disana. Saya bilang, kita harus kreatif, jangan sampai membebani orang tua murid, saya tidak mau,”tegasnya.
Untuk operasional sehari-hari, pihaknya berupaya mencarikan dana lembaga yang melibatkan empat orang anaknya sebagai pengurus. Ibu Tinel juga giat menawarkan program kegiatan keterampilan (Life skill) kepada dinas instansi terkait seperti Dikpora, Balai Latihan Kerja (BLK) dan lain-lain. Setiap tahun ada saja program yang jalan, dan sebagian dana digunakan untuk membayar honor kader yang besarnya Rp 100 ribu per bulan.
Selebihnya Untuk pemberian makanan tambahan, pihaknya juga mengajar murid dan orang tuanya latihan beramal, jimpitan, sekali seminggu. “ Seluruh anak gemar menabung Rp 500 sehari, dari tabungan ini kita kumpulkan untuk persiapan mereka masuk SD, kadang-kadang Ibunya juga pinjam untuk acara Maulid, nyongkolan atau keperluan lain, ya kita berikan dan itu tanpa bunga,”cerita Bu Tinel panjang lebar
Utamakan Keluarga
Dra Hj Tinelnius Rusdi terbilang perempuan aktivis sejak masih muda dulu. Lahir di Padang Sumatera Barat, 62 tahun silam. Hj Tinelnius memilih hijrah ke NTB ikut suami yang bekerja di Dinas PU sejak tahun 1969. Semua kota di NTB sudah disinggahinya. “Suami saya pernah tugas di Praya sebagai Kepala PU 10 tahun, ke Bima 8 tahun, Lombok Barat 5 tahun dan terakhir suami saya jadi Kepala Biro Penyusunan Program Pemda NTB sebelum pensiun tahun 2000,”kisahnya tentang suami tercinta Ir Rusdi Busnar yang kini aktif sebagai Dosen di Universitas Muhamadiyah Mataram. “Kami dikaruniai punya 4 anak, sudah selesai dan berhasil, sudah bekerja, sampai kita punya cucu diberi kesehatan oleh Allah SWT, sekarang di usia senja ini kita berpikir bagaimana berbuat menabung untuk kredit di akherat, spanjang kita bisa berbuat kenapa tidak,”tandas Bu Tinel seraya mengingatkan kalau mau melakukan kegiatan sosial di bidang pendidikan luar sekolah, jangan di depan bicara uang, tapi bicara kegiatan. “Insyallah tidak ada kesulitan,”yakinnya.
Bagi Bu Tinel, sesibuk apapun kegiatan, perempuan haruslah mengutamakan keluarga. Makanya ketika menyadari suaminya sebagai kepala rumah tinggi dan pimpinan di kantor, dia menolak promosi jabatan sebagai kepala sekolah dan jabatn penting lainnnya di organisasi sosial maupun pentas politik.”Saya bilang sama kawan-kawan, suami saya pimpinan, terus saya pimpinan, nanti di rumah tidak ada yang mau ngalah. Saya usahakan selama beliau jadi kepala saya tidak mau, jadi saya memang mengutamakan kenyamanan rumah tangga,”kata Hj Tinelnius Rusdi yang saat ini aktif sebagai Ketua Perwadi (Persatuan Wanita Tarbiyah Islamiyah) NTB dan jadi Pengurus organisasi perempuan sebuah partai politik besar.
Bu Tinel berharap, PAUD altenatif seperti yang dikembangkan saat ini akan tumbuh pula minimal ada satu di setiap kecamatan. Karena persoalan pendidikan rakyat tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada Pemerintah.”Kalau merasa mampu dan dikaruniai kesehatan, kenapa tidak mau berbagai dengan orang lain, keluarga miskin yang lebih membutuhkan,”tandasnya. Semoga (Sukri Aruman).
Utamakan Keluarga
Dra Hj Tinelnius Rusdi lahir di Padang, Sumatera Barat, 62 Tahun. Selepas menamatkan SGA (Sekolah Guru Agama) di Padang tahun 1964, Tinelnius Muda langsung mengabdikan dirinya sebagai guru SD Negeri di kampung halaman. Lima tahun berlalu, Bu Tinel akhirnya dipertemukan dengan pria idamannya dan sepakat membina rumah tangga bersama Ir Rusdi Busnar pada tahun 1969.
Pada tahun itu pula, Ibu Tinel memutuskan untuk hijrah ke NTB, mengikuti suami yang bekerja sebagai Pejabat Dinas PU di Praya, Lombok Tengah. Semua kota di NTB sudah disinggahinya. “Suami saya pernah tugas di Praya sebagai Kepala PU 10 tahun, ke Bima 8 tahun, Lombok Barat 5 tahun dan terakhir suami saya jadi Kepala Biro Penyusunan Program Pemda NTB sebelum pensiun tahun 2000,”kisahnya tentang suami tercinta Ir Rusdi Busnar yang kini aktif sebagai Dosen di Universitas Muhamadiyah Mataram.
“Kami dikaruniai punya 4 anak, sudah selesai dan berhasil, sudah bekerja, sampai kita punya cucu diberi kesehatan oleh Allah SWT, sekarang di usia senja ini kita berpikir bagaimana berbuat menabung untuk kredit di akherat, spanjang kita bisa berbuat kenapa tidak,”tandas Bu Tinel seraya mengingatkan kalau mau melakukan kegiatan sosial di bidang pendidikan luar sekolah, jangan di depan bicara uang, tapi bicara kegiatan. “Insyallah tidak ada kesulitan,”yakin Ibu dari Yanti Agus Pramono, Yarfid Juristian, Yandri Fachrinaldi dan Agus Pramono ini.
Bagi Bu Tinel, sesibuk apapun kegiatan, perempuan haruslah mengutamakan keluarga. Makanya ketika menyadari suaminya sebagai kepala rumah tinggi dan pimpinan di kantor, dia menolak promosi jabatan sebagai kepala sekolah dan jabatn penting lainnnya di organisasi sosial maupun pentas politik.”Saya bilang sama kawan-kawan, suami saya pimpinan, terus saya pimpinan, nanti di rumah tidak ada yang mau ngalah. Saya usahakan selama beliau jadi kepala saya tidak mau, jadi saya memang mengutamakan kenyamanan rumah tangga,”kata Hj Tinelnius Rusdi yang saat ini aktif sebagai Penatar PAUD Tingkat Propinsi NTB, juga Ketua Perwadi (Persatuan Wanita Tarbiyah Islamiyah) NTB dan Pengurus organisasi perempuan sebuah partai politik besar.
Bu Tinel berharap, PAUD altenatif seperti yang dikembangkan saat ini akan tumbuh pula minimal ada satu di setiap kecamatan. Karena persoalan pendidikan rakyat tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada Pemerintah.”Kalau merasa mampu dan dikaruniai kesehatan, kenapa tidak mau berbagai dengan orang lain, keluarga miskin yang lebih membutuhkan,”tandasnya. Semoga (Sukri Aruman).
Source by KB News 2007 : SUKRI ARUMAN
0 comments:
Post a Comment